Sabtu, 11 Februari 2017

TOLERANSI ITU... SENI MENJAGA LIDAH ❤

TOLERANSI ITU... SENI MENJAGA LIDAH ❤

Pernah lihat animasi Upin & Ipin? Mereka sepasang anak kembar muslim yang bersahabat dengan teman- teman yang memiliki latar belakang dan kepercayaan berbeda..

Di suatu episode, diceritakan bahwa warga beretnis China di kampung Durian Runtuh menyambut bulan hantu. Berbagai sesajen pun diletakkan di seberang jalan, juga dekat rumah. Ketika Upin- Ipin bertanya kepada Opah apakah benar ini bulan hantu dan apakah hantu itu benar- benar ada, Opah menjawab dengan begitu bijak : "Itulah kepercayaan orang China. Kita harus menghormatinya." Kak Ros pun mengingatkan Upin Ipin untuk tidak menyentuh buah- buahan sesajen untuk para hantu itu. Semua warga juga patuh membiarkan bangku barisan depan kosong saat menonton Opera China karena menurut warga China, barisan depan khusus untuk para hantu.

Tidak ada nada menertawakan, tidak ada protes nyinyir semacam "masa' sih hantu doyan buah- buahan", "Aduh, abad 21 dan kamu masih percaya soal hantu?" atau "lebay banget, sih, hantu aja dikasih tempat duduk khusus." Mereka semua menghormatinya. Kenapa? Karena mereka tahu, itu bukan ranah mereka. Karena mereka tahu, memang seperti itulah salah satu ajaran dalam kepercayaan warga China.
---------------

Toleransi itu...
Karena prayer room alias mushola kampus cukup jauh dari fakultas dan study space tempat biasa saya belajar, saya sering melaksanakan shalat di dalam kelas, di bawah tangga, di sela- sela rak buku perpustakaan, di pojok ruangan, di lobi... Beberapa bertanya apa yang saya lakukan. Namun, sama sekali tidak ada yang nyinyir semacam : "Tuhanmu lebay banget, sih. Nyuruh sholat aja sampai 5 kali sehari."

Saat saya satu- satunya yang memakai jilbab di kelas dan juga di antara teman-teman 'nongkrong' saya, beberapa bertanya kenapa saya harus memakai jilbab. Namun sama sekali tidak ada yang nyinyir semacam : "Duh, kamu tuh harusnya jangan mau dusuruh panas- panasan nutup rambut."

Begitupun saat saya berpuasa yang saat itu 19 jam lamanya. Tidak ada yang nyinyir semacam : "Kok mau maunya sih, ngejalanin beginian. Ajaran apaan tuh. Nyusahin orng aja suruh puasa 19 jam." Yang ada justru mereka peduli. Salah satu teman ngotot mengantarkan saya ke prayer room selepas kami mengikuti briefing di rektorat untuk memastikan saya baik-baik saja karena saya berpuasa. Padahal jarak dari rektorat ke mushola sangat dekat. Pun saat saya dan teman- teman 'nongkrong' saya meet up rutin saat weekend untuk refreshing, mereka rela menunggu sampai maghrib tiba (saat itu Maghribnya hampir pukul 10 malam) untuk mulai makan demi menunggu saya berbuka puasa dahulu. Beberapa memang makan lebih dahulu. Tapi itupun setelah saya memaksa karena melihat mereka memang kelaparan dan mereka menjauh dari tempat saya duduk untuk menyantap makanan mereka.

Mereka menghormati yang saya lakukan tanpa mempertanyakannya karena memang begitulah ajaran agama saya yang memang bukan ranah mereka.
--------------------

Toleransi adalah...
Saat itu menjelang natal. Kampus dihiasi dengan pohon- pohon natal yang cantik, termasuk di lobi fakultas saya. Beberapa bertanya kenapa beberapa muslim (termasuk saya) tidak mau mengucapkan selamat natal kepada mereka. Sayapun memintamaaf dan menjelaskan alasannya. Tidak ada kalimat nyinyir semacam : "lebay banget, sih kamu. Cuma ngucapin aja kok nggak mau", karena mereka tahu inilah prinsip yang saya pegang. Sebelum mereka pulang, kami berpelukan sambil saya mendoakan semoga natal mereka lancar dan menyenangkan. Sayapun urung meninggalkan fakultas saat melihat salah satu petugas tampak kerepotan menghias pohon natal. Hiasan berupa kristal salju yang jatuh kembali saya pasang. Bola- bola putih yang miring pun letaknya saya betulkan. Tanpa nyinyir semacam : "ngapain sih repot repot pasang pohon natal segala."

"Merry Christmas, young lady!" kata petugas itu setelah semua selesai. Saya hanya menjawab dengan senyuman. Dan sepulangnya dari merayakan natal, salah satu sahabat saya, seorang kristen taat memberikan kado untuk saya berupa kudapan khas dari Yunani yang rasa dan bentuknya mirip kue beras Indonesia.
----------------------

Toleransi adalah...
Saat suatu malam tetangga depan rumah kami di Jogja yang beragama Katholik beribadah, tidak ada tetangga muslim yang nyinyir semacam : "ngapain sih malam malam kok paduan suara nyanyi- nyanyi". Si kecil Zia yang berumur 4 tahunpun mengerti dan puas saat saya jawab : "Bude bukannya"nyanyi- nyanyi" itu. Tapi lagi beribadah. Nah, kalau Zia ibadahnya shalat." Karena kami mengerti, memang begitulah cara tetangga kami beribadah. Begitupula dengan tetangga tetangga katholik dan kristen depan rumah yang lain yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan masjid di kampung kami. Tidak ada kalimat nyinyir semacam : "berisik banget, sih, ganggu orang tidur aja" setiap kali adzan dikumandangkan. Karena mereka tahu, itu bukanlah suara berisik pengganggu tidur seseorang. Melainkan panggilan bagi kaum muslim untuk segera sembahyang.
---------------------

Toleransi adalah...
Selama di Inggris, hampir setiap hari saya melihat anjing- anjing lucu menggemaskan berkeliaran. Sering ada yang mendekat. Dengan sigap, sayapun menghindar, namun tetap menyapa anjing- anjing lucu itu dari kejauhan. Beberapa bertanya kenapa saya menghindar? Apakah saya takut anjing? Saya jawab tidak, tapi air liur anjing itu najis menurut agama saya sehingga saya menghindarinya. Tidak ada kalimat nyinyir semacam: "lebay banget. Cuma anjing aja sampe segitunya." Bahkan kemudian melihat jilbab yang saya pakai, mereka langsung siaga saat anjing mereka hendak mendekat. Karena mereka tahu, memang begitulah ajaran agama saya.

Dan foto ini diambil saat tiba- tiba ada anjing kecil berlari kencang mendekati saya dan teman teman saya saat kami sedang berfoto- foto ria di College Green. Laki- laki yang saya tidak tahu namanya ini adalah pemiliknya yang langsung sigap mengejar dan menenangkan anjing mungilnya agar jangan sampai kami tersentuh olehnya :)
-----------------

Nah, bisa disimpulkan, kan, kalau ternyata toleransi itu erat kaitannya dengan seni menjaga lidah? :)

Bagi saya, toleransi adalah saat kita menghormati orang lain dengan segala apa yang diyakininya. Saat kita menghormati orang lain melakukan apa-apa yang menjadi kepercayaannya, apa-apa yang menjadi prinsip hidupnya, tanpa menodai lidah kita dengan kalimat nyinyir, tanpa protes mempertanyakan.

Lihatlah, betapa banyak perpecahan, pertikaian yang terjadi lantaran lidah yang begitu licin menyinggung ajaran dari keyakinan orang lain yang sama sekali si pemilik lidah tidak punya kapasitas tentangnya. Seharusnya kita sadar, meski kadang apa yang orang lain percaya itu sama sekali tidak ada dalam keyakinan kita, atau bahkan mungkin berseberangan dengan ajaran atau keyakinan yang kita punya, soal keyakinan dan prinsip hidup masing-masing orang itu memang soal RASA :)

Yuk, sama- sama kita jaga lidah kita. Biarkan masing- masing dari kita nyaman dengan keyakinan, kepercayaan, prinsip, dan pegangan hidupnya :)

❤ Selamat Hari Toleransi Internasional ❤